6 Tolok Ukur Menilai Bangunan Hijau menurut GBCI

Mengorelasikan proyek dengan istilah “hijau” mampu membuat sebuah proyek laku di pasaran. Hati-hati, jangan terjebak dengan klaim ini! Simak patokan yang ditetapkan Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menyebut sebuah bangunan hijau atau green building.

Tolok ukur menilai bangunan hijau menurut GBCI (Green Building Council Indonesia), meliputi tata guna lahan, efisiensi energi, konservasi air, bahan ramah lingkungan, kualitas udara (indoor quality), dan managemen sampah.

Ranahrumah.com – INSiGHT | Menilai bangunan hijau menurut GBCI, dikeluarkan sebagai tolok ukur atau patokan menilai sebuah bangunan benar-benar green atau tidak.

Hal ini dilatarbelakangi oleh masih sulitnya mendefinisikan “hijau”, apalagi jika dikorelasikan dengan arsitektur. Tapi ironisnya, istilah itu malah digunakan secara berlebihan untuk memperkenalkan dan menjual proyek-proyek baru.

Dalam artikel berjudul “Architecture in Tune With the Climate”, New York Times menulis bahwa mengorelasikan proyek dengan istilah hijau mampu membuat sebuah proyek laku di pasaran. Tak heran, hal itu semakin sering dilakukan saat ini oleh pengembang ataupun industri, termasuk di Indonesia.

Perkantoran, apartemen, bahkan pusat-pusat perbelanjaan di Tanah Air diklaim mengadopsi konsep-konsep “bangunan hijau” atau green building. Mulai dari sekadar menyiapkan taman dan tanaman dalam jumlah besar, hingga benar-benar berusaha menghemat energi, mendaur ulang sumber daya, atau menggunakan material bangunan ramah lingkungan dilakukan demi mencapai kata hijau tersebut.

Sebenarnya, ada tolok ukur yang bisa dijadikan patokan dalam membangun dan menilai “bangunan hijau”. Di Indonesia, patokan tersebut ditetapkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI).

Baca Juga: Menguak Desain “Nearly Zero Energy Building” QBig BSD City Peraih Penghargaan AEA 2023

Baca juga: Void dan Skylight Solusi Rumah Sempit jadi Terasa Lapang

Tolok ukur menilai bangunan hijau menurut GBCI menjadi patokan sebuah perkantoran, apartemen, hunian, bahkan pusat-pusat perbelanjaan untuk bisa menge-klaim bangunannya sebagai green building atau benar-benar “hijau”, yaitu yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya.

6 Tolok Ukur Menilai Bangunan Hijau atau Green Building

Inilah patokan menilai bangunan hijau menurut GBCI. Ada enam kriteria agar sebuah bangunan bisa disebut sebagai green building yakni, tata guna lahan, efisiensi energi, konservasi air, bahan ramah lingkungan, kualitas udara (indoor quality), dan managemen sampah.

Selain GBCI, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga sudah menerbitkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau.

Peraturan tersebut mengatur penerapan konsep hemat energi dan ramah lingkungan dalam bangunan gedung. Menurut aturan ini, “bangunan hijau” adalah bangunan gedung yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya. Sejak perencanaan, bangunan tersebut sudah harus dibuat dengan efisien. Begitu pula dengan pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, sampai penghancurannya suatu hari nanti.

Baca Juga: Manfaat Taman Atap untuk Rumah di Daerah Tropis

Baca juga: Tips Memanfaatkan Attic untuk Kamar agar Tak Panas

Menilai bangunan hijau menurut GBCI, sejak perencanaan sudah harus dibuat dengan efisien. Begitu pula dengan pelaksanaan konstruksi, pemanfaatan, pemeliharaan, sampai penghancurannya suatu hari nanti.

Menurut peraturan tersebut, jenis bangunan secara garis besar dibagi menjadi dua: bangunan baru dan bangunan eksisting.

Untuk bangunan baru, bangunan tersebut wajib memenuhi efisiensi energi, efisiensi air, menjaga kualitas udara dalam lingkungan, mengelola lahan dan limbah, serta melakukan konstruksi dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam proses kontruksi bangunan tersebut, pengembang dan pihak terkait juga wajib melakukan konservasi air pada lokasi konstruksi, dan mengelola limbah berbahaya.

Sementara itu, bangunan gedung eksisting harus memenuhi persyaratan berupa konservasi dan efisiensi energi, efisiensi air (termasuk efisiensi penggunaan dan pemantauan kualitas air).

Baca Juga: Rahasia Rumput Subur dan Indah, Hindari Pantangan Ini!

Baca Juga: Membuat Taman Dalam Ruang dan Merawat, Rekomendasi Tanaman Indoor

Kemudian, kualitas udara dalam ruang, serta memperhatikan manajemen pemeliharaan bangunan tersebut. Inilah kriteria menyebut sebuah bangunan sebagai “bangunan hijau”.

Berdasarkan berbagai kriteria tersebut, baik ditentukan oleh organisasi yang menaruh perhatian khusus pada bangunan hijau maupun pemerintah setempat, konsumen properti sebaiknya tak lagi mudah terpukau oleh berbagai promosi “bangunan hijau”.

Di saat bersamaan, pengembang pun perlu mengecek dan menguji lagi proyek-proyek mereka sebelum berani memberikan label “hijau” bagi produknya.

Baca Juga: 10 Alasan Perlunya Menggunakan Jasa Arsitek untuk Memperindah Hunian

Baca Juga: OGRA 2023 Asia Mengundang Arsitek Mendesain Atap Rumah Berkelanjutan

Cek berita atau ulasan inspiratif ranahnya rumah, properti, dan gaya hidup penghuninya di website www.ranahrumah.com, Facebook RANAH RUMAH, Instagram @ranahrumahcom 

(*)