
Ranahrumah.com – INSIGHT | Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan telah menjadi kekuatan baru yang menggerakkan dunia pendidikan. Di NUS Innovation Forum (NIF) Jakarta, ratusan pemimpin universitas, alumni, dan praktisi industri berkumpul untuk menjawab pertanyaan penting: bagaimana universitas tetap relevan ketika AI mengubah cara belajar manusia?
Forum ini merupakan inisiatif National University of Singapore (NUS) yang dimulai sejak 2024, dengan misi membangun jejaring global inovasi dan pendidikan. Edisi Jakarta di tahun 2025 mengangkat tema “Navigating the Age of AI”, membahas perubahan besar yang kini terjadi di pendidikan tinggi atau universitas seluruh dunia.
Baca Juga: LG Perkenalkan “LG AI Home” di IFA 2025: Gaya Hidup Modern dengan AI
AI Mengubah Cara Pengetahuan Diciptakan
Presiden NUS, Profesor Tan Eng Chye, mengingatkan bahwa perkembangan AI saat ini bukan sekadar efisiensi teknologi, melainkan perubahan mendasar dalam ekosistem pembelajaran. Ia mencontohkan terobosan DeepMind yang mampu memetakan lebih dari 200 juta struktur protein hanya dalam satu proses—sesuatu yang akan membutuhkan lebih dari satu miliar tahun kerja para lulusan PhD bila dikerjakan manual.
Contoh ini menunjukkan bahwa universitas harus menata ulang cara mereka memfasilitasi riset dan pembelajaran. Di NUS sendiri, lebih dari 134 fakultas baru direkrut dalam dua tahun terakhir, termasuk 27 pakar AI dan 53 peneliti yang berfokus pada integrasi AI lintas disiplin.
Namun Profesor Tan juga memberi peringatan: AI dapat membuat mahasiswa menyerahkan proses berpikir pada mesin. Risiko seperti cognitive offloading, never-skilling, mis-skilling, dan de-skilling harus diantisipasi.
“Belajar harus tetap menantang—AI tidak boleh menggantikan proses berpikir,” tegasnya.
Pandangan Universitas Indonesia: Pendidikan Harus Berubah
Tiga universitas besar Indonesia turut hadir dalam diskusi panel “Peran Universitas dalam AI, Inovasi dan Pertumbuhan Ekonomi”.
1. ITB — Kurikulum tidak boleh lagi diajarkan seperti dulu
Profesor Lavi Rizki Zuhal menekankan bahwa kurikulum harus disesuaikan dengan realitas baru: mahasiswa sudah hidup bersama AI. Karena itu, dosen harus menguasai teknologi bukan agar tergantikan, tetapi agar dapat memandu mahasiswa menggunakan AI secara bijak.
2. UGM — Kolaborasi lintas disiplin adalah keharusan
Dr. Danang Sri Hadmoko menjelaskan bahwa penelitian AI kini membutuhkan gabungan banyak bidang: psikologi, teknik, komputer, kedokteran, farmasi, hingga ilmu sosial.
Ia menyoroti hambatan biaya riset AI yang besar—bahkan melebihi anggaran operasional fakultas tertentu. Karena itu, universitas wajib membangun pusat riset kolaboratif dan infrastruktur bersama.
3. UI — AI harus dibarengi penguatan manusia
Profesor Hamdi Muluk menyoroti risiko psikologis dan sosial dari penggunaan AI. Ia mencontohkan bagaimana anak muda mencari dukungan emosional dari sistem AI dengan konsekuensi yang tidak selalu aman.
Baginya, universitas memiliki tanggung jawab menguatkan kehidupan offline, kebijaksanaan, empati, dan ketahanan mental mahasiswa.
Baca Juga: Hadapi Era AI, DAIKIN Gelar Designer Awards 2025 Bertema Orisinalitas
AI dan Dunia Startup: Mempercepat Kreativitas, Bukan Menggantikan Manusia
Panel kedua menghadirkan para pendiri startup dari bioteknologi, media teknologi, hingga IoT industri.
Mereka sepakat bahwa AI bukan ancaman—tetapi katalis.
Para founder seperti Adi Reza Nugroho (MYCL) dan Pang Xue Kai (ForU AI) menunjukkan bahwa AI membantu startup menghadapi ketidakpastian, meningkatkan kreativitas, sekaligus membangun kepercayaan pengguna.
NUS Enterprise juga menyoroti ekspansi jaringan BLOCK71 ke 11 kota, termasuk Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, untuk mendukung founder memperluas inovasi mereka.
Pesan Moral: Bukan Sekadar Beradaptasi, Tetapi Membentuk Masa Depan AI
Keseluruhan diskusi NIF Jakarta menunjukkan satu poin kunci bahwa AI akan terus berubah — tapi masa depan tetap harus dibentuk oleh manusia.
Universitas perlu menjadi tempat:
- riset lintas disiplin,
- pengembangan etika dan kebijaksanaan,
- inovasi teknologi,
- serta pembentukan karakter mahasiswa agar tidak hanya menjadi pengguna AI, tetapi pencipta masa depan AI.
Dengan kolaborasi yang kuat, pendidikan tinggi di Indonesia dan Asia Tenggara dapat menjadi penggerak utama dalam membentuk ekosistem AI yang aman, kreatif, dan manusiawi. (RR)
Baja Juga: Plasmacluster: 25 Tahun Inovasi Udara Bersih dari Sharp yang Mengubah Dunia
Baca Juga: Terbaru! AC Celest Inverter dari Midea dengan Teknologi AI Pertama di Kelasnya
Cek berita dan issu terbaru dari industri, dunia pendidikan, inovasi produk, dan ulasan inspiratif ranahnya rumah, properti, dan gaya hidup penghuninya di website www.ranahrumah.com, Facebook RANAH RUMAH, Instagram @ranahrumahcom


