
Ranahrumah.com – GAYA HIDUP | Seorang arsitek umumnya menulis buku tentang teori, ruang, atau karya desain. Namun, bagi Ren Katili, ekspresi kreatif tak selalu berbentuk bangunan. Ia justru menyalurkannya lewat novel — medium yang bagi banyak arsitek mungkin terasa “anomali”, tapi baginya justru terasa sangat natural. “Kalau bercanda, saya bilang ini cara saya merengkuh midlife crisis,” ungkapnya dengan tawa ringan.
Novel debutnya yang berjudul Bukan Garis Lurus menjadi perjalanan personal, refleksi, dan penghormatan terhadap setiap perubahan dan pertumbuhan dalam hidup. “Saya berangkat dari tahapan kehidupan, bahkan mengacu pada buku diary saya yang menunjukkan lintasan waktu dari masa ke masa. Tapi tentu saja ada pergeseran, perubahan, dan elemen fiksi agar lebih dalam dan menarik,” jelas Ren Katili, arsitek dari biro Studio ArsitektropiS yang dikenal dengan pendekatan konseptualnya dalam desain.
Baca Juga: Arsitektur Rumah Tropis Paling Pas di indonesia Rancangan yang Benar Menurut Arsitek

Fiksi yang Menyentuh, Tapi Sarat Nilai Arsitektur
Novel ini diterbitkan oleh Omah Library — lembaga yang dikenal mendukung wacana arsitektur dan desain di Indonesia. “Kami selalu mendukung Ren untuk karya ini. Meskipun bentuknya novel, ternyata memiliki kedalaman isi yang sangat berguna bagi arsitek juga. Ini menjadi wujud keragaman kreativitas yang perlu kita rayakan,” tutur Realrich Syarief, Principal Omah Library.
Menariknya, “Bukan Garis Lurus” kemudian disingkat menjadi BUGARU — yang kini juga menjadi jenama gaya hidup milik Ren Katili. Di bawah nama yang sama, ia menghadirkan parfum dan tas kulit eksklusif yang terinspirasi dari sembilan kota penting dalam novelnya. Setiap produk menjadi pengingat akan perjalanan hidup yang terekam dalam cerita—paduan antara arsitektur, aroma, dan memori.
Baca Juga: Tren Arsitektur Rumah Tropis Modern 2025

Proses Kreatif yang Menggugah Emosi
Dyah Sunthy, editor novel ini, mengaku proses penyuntingan terasa begitu intens. “Bagi saya, mengedit tulisan Ren ini sangat menguras emosi. Menjaga jarak dengan apa yang dibaca jelas susah dilakukan. Di tengah-tengahnya saya harus menangis, meluapkan emosi yang terpicu dari penuturan Ren dari kata ke kata,” kisahnya.
Sementara itu, ilustrasi sampul novel digarap oleh Tommy A. Siagian yang menilai Ren memiliki pendekatan konseptual yang matang. “Saya sangat mengapresiasi Ren yang tidak menyerahkan desain cover novelnya pada AI. Ada pemikiran mendalam secara konseptual yang ia tuangkan dalam visual. Karena kami sudah saling mengenal lama, pemahaman kreatifnya cepat terjalin,” ujarnya.
Ren menambahkan bahwa format novel justru memberinya ruang lebih luas untuk menggambarkan arsitektur dalam dimensi yang berbeda. “Dengan novel, arsitektur bisa hadir lewat deskripsi yang artistik, menghadirkan sensasi indrawi yang tidak bisa disampaikan lewat buku arsitektur konvensional,” tuturnya.
Baca Juga: Dream Yuni Jie Referensi dan Warisan Jejak Rekam Visual Inspiratif tentang Tata Ruang

Sebuah Surat Cinta untuk Kehidupan Ren Katili Arsitek Indonesia
Melalui “Bugaru”, Ren mengajak pembaca menelusuri kisah tentang perjuangan seorang arsitek, cinta, kehilangan, dan penerimaan diri. Semua terangkum sebagai “surat cinta untuk hidup — yang sama sekali bukan garis lurus.”
Ren mulai menulis sejak 1993, dan kali ini ia memadukan seluruh pengalaman hidup serta perjalanannya ke sembilan kota yang menjadi latar penting dalam novel. Tak hanya berhenti di buku, BUGARU akan terus berkembang sebagai wadah bagi karya-karya berikutnya, baik tulisan maupun produk gaya hidup. Bahkan, ada keinginan untuk memfilmkan karya ini di masa depan. (RR)
Baca Juga: Opulent Living 2025 Pameran Desain Immersif Kapal Pesiar Mewah Plaza Indonesia
Cek berita gaya hidup terbaru dari dunia arsitektur dan desain, properti, serta ulasan inspiratif ranahnya rumah dan gaya hidup penghuninya di website www.ranahrumah.com, Facebook RANAH RUMAH, Instagram @ranahrumahcom



