Kampanye #MoreThanBlue Ajak Masyarakat Mengenali Depresi dan Pengobatannya

Kampanye #MoreThanBlue bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan depresi dan menekankan pentingnya mencari pengobatan. Depresi yang tidak dipahami dengan baik, stigma dan kesadaran yang rendah akan menghambat akses pasien terhadap pengobatan. Akibatnya, pasien terus-menerus merasa frustrasi dan tidak berdaya.

Ilustrasi seseorang yang mengalami gejala depresi (Foto: Pixabay)

Ranahrumah.com– KESEHATAN | Sehatkah jiwamu? Depresikah kamu? Ini adalah pertanyaan yang perlu dijawab oleh semua orang karena depresi bisa terjadi pada siapa saja, tak memandang usia, tak boleh diabaikan, dan bisa diobati.

Inilah pesan penting Johnson & Johnson Indonesia saat meluncurkan kampanyenya di Indonesia yang bertajuk Let’s get to know depression! The Great Blue Sea of Depression dengan tagline #MoreThanBlue di Unika Atma Jaya, pada (10/12/22).

Kampanye #MoreThanBlue ini untuk meningkatkan kesadaran akan depresi dan menekankan pentingnya mencari pengobatan.

Untuk mensosialisasikan kampanye ini, Johnson & Johnson menggelar seminar secara hybrid (luring dan daring) dan terbuka bagi masyarakat umum yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang depresi dan dihadiri oleh peserta yang sebagian besar adalah mahasiswa dan media.

Kampanye serupa juga digulirkan di beberapa wilayah Asia Tenggara lainnya oleh Johnson & Johnson.

Kampanye edukasi tentang depresi #MoreThanBlue Johnson & Johnson, di tingkat global telah berdedikasi untuk meningkatkan tingkat kesembuhan penderita gangguan jiwa selama lebih dari 60 tahun.

Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan jiwa emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Kesehatan jiwa memiliki prioritas rendah di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dan membangun basis pengetahuan kesehatan jiwa, termasuk depresi, di negara-negara Asia Tenggara merupakan salah satu prioritas terendah saat ini.

Depresi juga tidak dipahami dengan baik di Asia Tenggara, stigma dan kesadaran yang rendah menghambat akses pasien terhadap pengobatan. Akibatnya, pasien terus-menerus merasa frustrasi dan tidak berdaya.

Kurangnya pemahaman akan perbedaan tentang jenis depresi di antara pasien, perawat, dan profesional medis umum pada akhirnya membuat gejala dan pengalaman sering dianggap sama untuk setiap penderita.

Baca Juga: Cemas Berlebih bisa Akibatkan Gangguan Otak

Baca Juga: Saatnya Memulai Gaya Hidup Sehat di Rumah, Mudah Lho!