
Depresi itu seperti samudera dan lautan biru yang sangat luas, semakin dalam kita masuki akan semakin gelap, dan semakin dekat ke permukaan akan ada peluang lebih baik untuk bertahan hidup.
Gangguan depresi memengaruhi 86 juta orang di Asia Tenggara dan itu hanyalah puncak gunung es dari pasien yang sadar dan paham akan depresi.
Pada umumnya, orang mengira mereka tahu tentang depresi, tetapi mereka tidak memahaminya.
Penanganan depresi saat ini di Asia baru menyentuh puncak gunung es. Bahkan, terdapat stigma sosial seputar depresi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia –masyarakat terus menstigmatisasi (memberikan stigma negatif) orang dengan depresi karena alasan budaya, agama, atau profesional. Hal ini dapat menyebabkan pasien merasa malu, minder dan merasa tidak diterima.
Selama lebih dari setengah abad terakhir, Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson telah menemukan, mengembangkan, dan meluncurkan banyak pengobatan inovatif untuk kondisi yang memengaruhi otak dan sistem saraf pusat.
Johnson & Johnson juga memperluas akses ke perawatan kesehatan mental untuk populasi yang paling rentan dan kurang terlayani di dunia, dimulai di Rwanda. Selain itu, perusahaan juga mendukung program kesehatan mental yang menyediakan sumber daya untuk mendukung petugas kesehatan garis depan di seluruh dunia.
Dokumen White Paper di wilayah Asia Pasifik yang dipublikasikan pada tahun 2021 bertajuk “Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum” yang disponsori oleh Johnson & Johnson Pte. Ltd. Dan dilakukan oleh KPMG Singapura, mengungkapkan bahwa Asia Pasifik memiliki tingkat penyakit depresi dan penyakit jiwa yang jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di dunia.
Dokumen tersebut menyoroti bahwa orang yang hidup dengan depresi 40% kurang produktif daripada individu yang sehat.
Kampanye #MoreThanBlue Johnson & Johnson di Indonesia mendorong kesadaran akan depresi, mengenali depresi, dan menekankan pentingnya mencari pengobatan depresi.
Pada fase awal kampanye ini, Johnson & Johnson Indonesia memperkenalkan karakter Alex yang dikembangkan oleh Janssen, perusahaan farmasi dari Johnson & Johnson.
Karakter yang dibuat untuk media sosial ini akan menggambarkan masalahnya, memanusiakan kondisi depresi, dan pada akhirnya diharapkan dapat mengubah persepsi bahwa depresi semuanya sama dengan menunjukkan bahwa depresi itu dapat timbul dalam berbagai bentuk dan gejala yang tidak terduga dan dapat menimpa semua orang.
Baca Juga: Pilihan Perabot untuk Jaga Kualitas Tidur & Kesehatan Mental



