
Ranahrumah.com – TIPS & TRIK | Rawan saat hujan, Ini Cara mengamankan rumah dari sambaran petir.
Musim hujan tiba, perlu antisipasi untuk mengamankan rumah dari sambaran petir. Petir yang menggelegar dan menggetarkan bumi sungguh menakutkan. Berita yang berkaitan dengan petir pun tak kalah seramnya. Cukup sering tersiar kabar ada orang meninggal tersambar petir meski sedang berada di dalam rumah. Saat mandi menggunakan shower, saat mencuci di samping rumah.
Yang berada di luar rumah pun tak kalah jadi intaian petir. Ada yang di jalan TOL meninggal tersambar petir ketika sedang menggunakan telepon seluler. Biasanya, kita dinasihati untuk jangan berdiri di tempat terbuka —ketika hujan turun, karena petir akan menyambar objek yang paling tinggi. Kenyataannya, ada orang yang berteduh di bawah pohon pun bisa menjadi korban petir, sedangkan pohon yang tinggi justru aman-aman saja.
Lalu, mengapa orang bisa pingsan atau meninggal pada saat ada petir, padahal saat itu berada di dalam rumah? Ternyata, sambaran petir mengintai kita di mana saja apabila kita tidak tahu bagaimana upaya melindungi diri.
Hartono Cahyono, Konsultan Bidang Kelistrikan dan karyawan di perusahaan nasional EPC(Engineering, Produ-cerement and Construction), mejelaskan, petir merupakan kejadian alam yang mengandung medan listrik sangat besar. Dari literatur tercatat bahwa besarnya medan listrik minimal 1 juta Volt per meter.
Bayangkan, berapa besar energi listrik yang terkandung di dalamnya? Ternyata, kira kira 4.545 kali lebih besar dari listrik 220 Volt di rumah kita! Itulah sebabnya sengatan petir sering memakan korban, baik manusia, barang, maupun bangunan.
Indonesia Rekor Petir Terbanyak
Letak Indonesia di garis khatulistiwa menyebabkan negeri kita beriklim tropis. Kondisi alamnya cenderung sangat panas tetapi lembap. Ini menjadi potensi terbentuknya awan Cb penghasil petir.
Dalam tulisannya di Tabloid Rumah Ed. 178-VII, Hartono Cahyono mencatat, pada tahun 1988, di wilayah Cibinong, Bogor, Jawa Barat, tercatat pada Guinness Book of Record sebagai wilayah dengan jumlah petir terbanyak, yaitu 322 kali.
Indonesia juga memiliki hari guruh yang sangat tinggi. Hari guruh adalah jumlah terjadinya guruh dalam satu tahun. Berdasarkan berbagai literatur, Indonesia tercatat memiliki 200 hari guruh, Brasil 140 hari guruh, Amerika 100 hari guruh, Afrika Selatan 60 hari guruh.
Proses Terjadinya Petir
Labih lanjut Hartono pun mebjelaskan tentang proses terjadinya petir. Petir terjadi karena adanya perpindahan atau lebih tepat “loncatan” (karena demikian besar dan cepat) muatan listrik negatif di awan ke muatan listrik positif di bumi. Di awan tidak hanya terdapat muatan negatif, karena awan terdiri dari ion bebas negatif dan ion bebas positif. Ion bebas ini terjadi akibat pergesekan antara awan-awan itu sendiri yang disebabkan oleh pergerakan angin.
Pada saat tertentu, pergerakan awan akan berhenti pada suatu tempat, lalu muatan negatif di awan saling menguatkan sehingga terjadi akumulasi yang cepat, sehingga terjadi beda potensial (tegangan) terhadap bumi. Inilah yang memicu terjadinya loncatan muatan negatif di awan ke muatan positif di bumi, sehingga terjadilah petir.
Lebih lanjut Hartono mengatakan, petir hanya terjadi jika ada awan cumulonimbus yang biasa disingkat awan Cb. Awan ini terjadi akibat pemanasan di permukaan bumi yang mendorong uap air ke atas dengan cepat. Inilah tanda-tandanya.
Dari jauh, awan ini tampak menggumpal dan membubung tinggi. Kalau kita berada di bawahnya agak sulit melihatnya, namun kita dapat merasakan tandanya, yaitu jika cuaca yang panas kemudian mendadak berawan dan angin berhembus kencang.
Kalau pagi hari terasa terik menyengat namun terasa lembap, biasanya pada siang hari akan muncul awan Cb yang kemudian diikuti terjadinya petir. Karena itulah jika hujan mulai pada pagi hari, bisa dipastikan siang tidak akan ada petir, karena permukaan bumi tidak cukup panas untuk menguapkan oir pembentuk awan petir tersebut.
Baca Juga: Genteng Keramik, Solusi Atap Bocor di Daerah Tropis, Cek Keunggulannya!
Penyalur Petir, Bukan Penangkal Petir
Walaupun para ahli telah melakukan berbagai riset tentang petir, belum ada yang bisa memastikan kapan petir akan menyambar, di mana dan berapa kekuatannya.
Petir tidak bisa ditangkal, ditolak, atau digagalkan. Petir hanya bisa disalurkan. Oleh karena itu, berdasarkan mekanisme kerjanya, biasanya para ahli menggunakan istilah “penyalur petir” , bukan “penangkal petir”.
Penyalur petir yang beredar di pasaran intinya ada dua, yaitu sistem konvensional dan sistem elektrostatis.
Penyalur sistem konvensional bekerja secara pasif, atau bahasa sederhananya “menunggu” disambar petir. Ketika muatan listrik negatif di awan sudah cukup besar, maka muatan listrik positif di tanah akan tertarik merambat melalui konduktor penyalur petir menuju ujung kepala penangkap petir, kemudian disalurkan ke bumi. Sistem ini masih banyak dipakai karena terbukti cukup andal menyalurkan petir. Biayanya pun relatif lebih murah dibandingkan sistem elektrostatis.
Sedangkan penyalur petir elektrostatis bekerja secara aktif. Begitu muatan negatif dari awan Cb melesat ke bumi, maka setelah melalui proses pengumpulan dan penguatan muatan di kepala penangkap petir (head unit), muatan positif langsung menyambut ke atas dan menuntun muatan negatif ke bumi.
Baca Juga: 6 Cara Rumah Aman dari Perubahan Cuaca Ekstrem di Musim Kemarau
Pemasangan Penyalur Petir di Rumah
Untuk mengantisipasi kemungkinan sambaran petir, sebaiknya rumah dilengkapi dengan instalasi penyalur petir yang tepat. Untuk ini, perlu berkonsultasi dnegan ahli karena setiap wilayah di Indonesia memiliki tingkat kerawanan petir yang berbeda.
Data ini disebut IKL (Isokronic Level), dan bisa diperoleh di Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Pemasangan penyalur petir sebaiknya dilakukan oleh ahlinya.
Petir tidak hanya menyambar penyalur petir, karena arus petir juga bisa merambat melalui saluran kabel listrik atau kabel telepon jaringan udara (menggunakan tiang).
Untuk mengurangi risiko ini, sebaiknya dipasang peralatan untuk memblokir arus dan tegangan petir dengan menggunakan surge arrester, yaitu alat yang membelokkan arus yang merambat lewat jaringan listrik atau telepon langsung ke bumi sehingga tidak merambat ke jaringan listrik rumah yang bisa merusak peralatan listrik di rumah.
Baca Juga: Rumah Aman Ditinggal Mudik Tak Jadi Incaran Maling, Cara Bikin Terkesan Berpenghuni!
Penyalur Petir Konvensional
Peralatan penyalur petir biasanya terdiri dan tiga bagian.
1. Kepala penangkap petir (splitzer) yang terbuat dani batang tembaga silinder yang ujungnya berbentuk langp. Maksudnya, agar pelepasan muatan positif mudah terkumpul sehingga akan tepat saat menyambut lompatan muatan negatif dan awan dan cepat tersalurkan ke konduktor penyalur petir.
2. Konduktor penyalur petir (down conductor) terbuat dani kawat konduktor yang dipilin dengan penampang minimal 50 mm2. Konduktor ini dipasang vertikal di sisi luar bangunan dan honzontal di bagian atas bangunan. Fungsinya untuk menyalurkan muatan listnk yang ditangkap oleh batang penangkap petir ke batang pembumian.
Penempatan konduktor secara horizontal dan vertikal di sekeliling bangunan ini membentuk semacam sangkar. Sesuai nama penemunya, metode ini disebut Sangkar Faraday.
Sering dijumpai konduktor horizontal disembunyikan di dalam atap demi pertimbangan estetika. Secara fungsi, ini tidak benar dan berbahaya.
3. Batang pembumian (grounding rod) terbuat dari tembaga dengan diameter sekitar 1,5 cm, panjang 2—3 m yang ditanam pada kedalaman minimal 6 m atau sampai bertemu tempat pembumian yaitu tanah kering.
Batang pembunian ditempatkan pada tempat pembunian (grounding pit), umumnya terbuat dari dinding bata ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm yang ditutup beton cor, sebagai tempat persambungan konduktor penyalur petir dengan batang pembumian. (RR)
Baca Juga: Menciptakan Suhu Nyaman di Rumah Tropis & Siasat Merespons Iklim
Cek berita atau ulasan inspiratif ranahnya rumah, properti, dan gaya hidup penghuninya di website www.ranahrumah.com, Facebook RANAH RUMAH, Instagram @ranahrumahcom



